Kamis, 11 Juli 2013

yang terlewatkan bag#4 -end-

-----------------

Ya, kejutan. Sungguh hari ini penuh kejutan. Hatiku bergetar, posting yang dimaksud bagas telah tersedak di pelupuk mata. Inilah posting pertama dan ... satu-satunya, kurasa demikian.


yang terlewatkan~

Kemana kau s’lama iniBidadari yang kunantiKenapa baru sekarangKita dipertemukan
Sesal tak ‘kan ada artiKarna semua t’lah terjdiKini kau t'lah menjalaniSisa hidup dengannya
Mungkin salahku… Melewatkanmu…Tak mencarimu… Sepenuh hati…Maafkan aku…Kesalahanku… Melewatkanmu…Hingga kau kini… Dengan yang lain…Maafkan aku…
Jika berulang kembaliKau tak akan terlewatiSegenap hati kucariDi mana kau berada
Walau ku terlambatKau tetap yang terhebatMelihatmu… Mendengarmu…Kaulah yang terhebat
maaf, terimakasihaku sayang kamu, shillawould you to be my girlfriend?


Itulah lirik lagu yang terlewatkan dari Sheila on 7. Copas, ya aku yakin. Tapi tak penting ku permasalahkan dari mana ia mendapatkan lirik itu. Tapi mengapa ia menuliskannya untukku. Benar-benar tak masuk akal.

Ku resapi kata per kata kalimat dalam blog nya itu. Tiba-tiba rasa nyeri menyusur hatiku. Sakit itu menusuk hingga ke tulang-tulang yang nyaris mati. Tubuhku bergetar, tanganku gemetar tak mampu ku reda. Mataku ngilu seiring mengalir air mata yang menambah luka di dada. Tuhan, tolong aku. Aku tak sanggup berada di posisi ini. Ambil takdir ini tuhan, atau ambilah nyawa ini jika itu yang terbaik bagi diriku sekarang. Ambilah, aku siap.

Dengan pikiran yang luar biasa awut-awutan, aku bergeming. ku kutuk rasa ini yang sejatinya tak bersalah. Ku kutuk tulisan-tulisan dalam blog ku yang sebenarnya pun tak berhak ku salahkan. Ku kutuk diriku, tak ada perlawanan. Memang aku yang salah. Tapi kamu, ya kamu bagas, kamu lebih bersalah. Aku benci kamu, benci!

Tiba-tiba muncul hasrat untukku mendengar suara orang yang paling kubenci di dunia itu. Aku ingin ...

pokoknya aku ingin melakukan sesuatu untuknya. Tunggu saja.
Ku ambil ponselku, kucari kontak namanya. Lalu, ku hubungi nomor yang tertera di kontak tersebut. Tak berapa lama, telepon langsung tersambung.

“shilla?” katanya seketika saat telepon tersambung. Mengagetkan dan nyaris membuatku kehilangan kesadaran. “Ada apa?” sambungnya kemudian.

“postingmu bagus” kataku, masih sedikit terisak.

“gimana?” tanyanya penuh pengharapan.

“seharusnya kamu gak perlu berepot-repot menulis itu untukku” kataku tegas.

Hampir ia menjawab, tetapi langsung ku serobot kata-katanya.

“gak nyangka kamu bakal se romantis itu” lanjutku, “gak nyangka pula kamu se jahatini”
“jahat? Maksud kamu?”

Mendengar jawabannya yang polos tapi cukup menyakitkan itu, aku cukup tersenyum. Tapi air mata ini yang semakin terlihat memberontak. Ia mengalir lebih deras. Kurasa air mata itu mampu mewakili jawaban hatiku yang sungguh adanya.

“kamu tahu, sejak 3 tahun lalu aku menyukaimu. Aku menyayangimu, bahkan mungkin lebih sayang dari sekian juta mantan-mantanmu” ku beranikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya.

“tapi kamu, tak pernah sedikitpun membalas rasa itu. Jangankan membalas, Menghargai pun tak pernah. Oke aku sadar, aku jelek. Aku tak secantik mantan-mantanmu. Tak secerdas se perfect mereka. Tapi, tapi kami sama-sama wanita. Kami memiliki naluri yang sama. Naluri untuk mendapat kasih sayang dari orang yang kami cinta” Kata-kataku mengalir begitu saja. Tanpa mampu ku ubah maupun ku hentikan.“kamu tahu apa yang kurasakan saat itu? Tidak, aku yakin tidak. Kamu adalah cowok yang tak berperasaan. Aku sangat hafal itu. Tapi, perlakuanmu dulu masih lebih baik dari kamu yang sekarang!” klimaks dimulai, air mataku turut tak mampu terbendung lagi.

Ku lanjut secara kilat, “dulu kamu tak pernah memberi harapan yang membuatku melambung. Semua pun mengalir secara tulus, apa adanya. Tapi kini, kamu datang lagi. Kamu datang seakan-akan kamu orang paling besalah di dunia. Kamu datang dengan air mata, dengan harapan yang kurasa sangat amat terlambat tercipta” aku menarik nafas panjang, lalu membuangnya perlahan, “kamu datang dengan cinta yang sangat sering kau obral. Dan parahnya, ini kau lakukan saat aku telah bahagia dengan hidupku. Aku telah bahagia bersama dengan cinta dari orang yang sangat tercinta, Dengan orang yang terbukti lebih baik dan tulus dibandingkanmu. Aku telah hidup dengan duniaku. Dan yang paling penting, aku telah hidup dengan mengubur jauh masa laluku, termasuk kesalahanku mencintaimu”

“shill” katanya seperti menghentikan kata-kata ku selanjutnya. Ku dengar ia terisak. Itulah yang ku inginkan. Aku ingin dia merasakan apa yang selama ini ia lakukan.

“terima kasih telah mengajariku bagaimana mencintai orang secara tulus. Walaupun dengan caramu yang menyakitkan” pungkasku sembari ku tutup telepon, tanpa memperdulikan respon selanjutnya.

Aku kembali menangis. Membayangkan kejadian-kejadian menyakitkan sebelum ini. Tiba-tiba rekaman dalam memori ingatanku satu demi satu terputar. Membuatku semakin tak ingin menghentikan tangisan ini.
Ponselku berbunyi, ternyata bagas meneleponku. Entahlah, aku tak berminat mengangkat telepon tersebut. Terserah, terserah seberapa lama kau sabar menunggu jawaban telepon dariku. Ini semua belum sebanding dengan kesabaranku menunggu cintamu selama ini ...

Aku mendapat satu pelajaran dari kisah cinta yang bagiku sangat tragis ini. Aku kini percaya, tak ada usaha yang sia-sia. Tak ada penantian tanpa imbalan. Tak ada pula cinta yang didapat tanpa perlu meminta. Serta, tak ada yang abadi di dunia ini ...


Terima kasih Tuhan, dan Bagas.
terima kasih untuk kejutan ini, hari ini :)

-------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar