Sabtu, 13 September 2014

story of the song (SOTS) :

Terpukau~


“dian?” seorang berperawakan tinggi, gagah memanggilku dari belakang. Sepertinya aku kenal.
Aku menoleh, ternyata benar dia adalah seorang eksmud yang kini sedang menjabat direktur di perusahaan milik ayahnya. Dia tak lain adalah Farel. Teman SMA ku dulu.
“eh iya, hm farel ya?” kataku sedikit terbata.
Lelaki itu tertawa, “dian dian, ingatan lo boleh juga ya?”
“jadi bener kan? hei apa kabar?” aku mengulurkan tangan, berniat mengajak bersalaman.
Farel kembali tertawa, “apaan sih lo? Formal banget ih, jijik tauk!” katanya seraya mengacak rambutku.
Aku manyun dan menggeleng kecil.
“oh iya, sejak kapan lo jadi designer? Bukannya dulu lo tomboy banget ya? Gak nyangka” farel menggeleng takjub diikuti kekehan.
“hebat kan? hahaha” giliran aku yang tertawa.
“hmm gue gak yakin”
“Maksud lo?”
“lo beneran bisa bikin baju apa nggak”
“maksud lo?” emosiku memuncak.
“ya perlu bukti”
“terus?”
“bisa bikin jas?”
“jassica iskandar?” aku melawak.
“tuh kan, gak meyakinkan banget tauk”
Aku tahu dia bercanda. Tapi bagiku ini tidak lucu. Sama sekali.
“terus lo maunya gue gimana?”
“bikinin gue jas, hari minggu besok harus jadi. Gimana?”
Belum sempat aku menjawab, dia menyerobot, “masalah harga gampang, asal jas itu jadi lo tinggal nyebutin berapa nominal yang lo mau, gue kasih. Keberatan?”
“oke, asal lo tau, gue gak butuh nominal lo itu. Gue Cuma mau lo berhenti ngremehin gue. Ngremehin pekerjaan gue”
“eitts santai dian ku sayang, aku bercanda. Hahaha lo masih emosian ya. Lucu deh” farel mencubit pipiku.
“gak lucu tauk !”
“hmm deal?” farel mengulurkan tangan.
Aku membalasnya, “deal!”

****

Aku memenuhi janjiku, masih ada 3 hari untuk membuat jas demi sang teman SMA yang antah tiba-tiba datang. Walaupun pesanan gaun sangat banyak minggu ini, aku tetap menyempatkan waktu memintal kain yang hendak kujadikan jas. Entah, tak biasanya aku semangat berlebih seperti ini. ada dorongan lain yang memaksaku melakukannya. Yang membuatku tak kuasa menolak amanat ini. apa rasa itu dinamakan, Aku tak paham. Yang jelas aku sangat nyaman dengan perasaan ini.
Farel memenuhi janjinya. Hari minggu ini dia datang ke butik lagi. Aku senang bukan kepalang. Akhirnya bisa ku buktikan bahwa aku designer beneran, profesional, bukan abal-abal.
“selamat datang di dian boutique” kataku dengan aksen perancis. Sengaja menggodanya.
“apaan lu? Resepsionis disini ya mbak?” ejeknya. Farel tertawa.
Aku ikut tertawa. Dia sungguh tak berubah. Tetap saja seperti farel yang dulu. Farel yang jenaka dan selalu membuatku tertawa.
“cari apa mas? Disini gak lagi nyari lowongan kerja nih. Duhh maaf ya” ejekku.
“gak nyari lowongan kerja kok mbak, mau nyari yang punya butik ini. yang orangnya nyebelin itu” balasnya.
“oh dia lagi di paris mas, maklum orang sibuk” aku menyombongkan diri.
“pesek pesek!” dia menyubit hidungku yang memang sungguhan pesek. Sakit, aku berontak, ku cubit lengannya. Dia melepaskan cubitannya.
“jas nya mana? Hayoo jangan alibi ya” katanya sambil melihat sekeliling.
“tuh” jawabku ringan. Mataku tertuju pada sebuah jas hitam dengan leretan warna emas yang menambah kesan elegan yang terpakai rapi oleh sebuah patung di dekat kami berdiri. Pandangannya mengikuti mataku. Dari sorot matanya, aku tahu dia takjub.
“wow, keren banget. Sumpah kamu hebat, sek” pujinya.
“masih belum yakin?” kataku sedikit sok.
“belum”
Kurang ajar nih orang. Apa sih maunya.
“rel gue heran deh. Mau lo tuh apa!” emosiku kembali memuncak.
“eittss santai, gue udah yakin kok, tapi aku belum yakin sama ukurannya. Ngepas apa nggak sama aku. Bagus kok jas nya, bagus banget” ia tersenyum seakan takut hendak kumakan.
“oo kirain”
Aku menyuruh pegawaiku mengambilkan jas itu. Dan di tempat itu juga jas itu langsung dicoba oleh farel. Pas, sangat pas. cocok sekali dengan perawakannya yang gagah itu. Terlihat lebih ... ganteng. Hust, apa-apaan ini.
“gimana? Udah kece belom?” katanya narsis.
Aku menggeleng sedikit nyengir.
“iyain aja lah sek”
“haha siapa dulu designer nyaa” aku membanggakan diri.
Farel tersenyum simpul, “iya iya, hmm nanti siang ada acara?”
“eng..engg..enggak deh kayaknya” seraya mengingat-ingat.
“ke cafe sebelah mau? Gue traktir. Sekalian kita bahas sesuatu” ucapnya.
“apaan?” aku heran.
“mau nggak? Kepo lu!” tanyanya dengan nada tengilnya.
“okedeh”
“gue tunggu”
Pembicaraan berakhir. Dia kembali ke kantornya. Tiba-tiba ada perasaan lain ketika aku melepas kepergiannya. Ada perasaan tak rela. Ada sedikit nyeri di hati kala itu. Aku tak mampu menafsirkannya. Aku tak mampu. Tuhan, bantu aku menerjemahkannya. Kumohon..
Farel, tunggu aku di cafe nanti siang. Pasti aku datang. Pasti!

****

gue di meja no 25
begitu pesan singkatnya yang dikirim ketika aku bergegas menemuinya. oke, balasku.
Sesampainya disana, aku langsung melebur ke meja no 25. Secepat itu pula aku bisa menemukan seseorang yang akhir-akhir ini membuat perasaanku tak karuan. Farel, tentu saja. untuk hal ini, mungkin aku terlalu berlebihan. Ya mungkin.
“rel?” aku melambaikan tangan.
Farel mengangguk, tanda ia membalas pandanganku.
“sorry ya lama” kataku seraya duduk menduduki kursi didepannya.
“santai aja kali sek” katanya diikuti kekehan.
Tak lama setelah itu, pelayan cafe datang. Kita memesan kopi dan beberapa makanan ringan. Aku berharap ini mejadi awal yang baik bagi kita. Tentu saja, semoga.
“oh iya, katanya lo mau bahas sesuatu. Apaan?” tanyaku. Ku amati mata sayunya lamat-lamat. Indah ternyata.
“hm, gue suka banget sama jas bikinan lo. Sumpah bagus banget sek”
“iyalah, gue gitu” aku tertawa.
“lo lagi banyak pesanan baju gak?” ia merendahkan nada bicaranya. Seakan ingin memulai pembicaraan penting.
Aku mencoba mengingat-ingat, “hmm kenapa emang?”
“banyak nggak?”
“hmm banyak itu relatif, yang jelas gak pernah sepi” aku mencoba memecah keheningan. Namun tetap saja, ia mampu menahan tawa.
“oiya sebelumnya ini ada cek buat jas yang tadi, silahkan kamu mau tulis berapapun. Tapi ... jangan mahal mahal ya” kali ini ia yang tertawa.
“hmm gausah segitunya kali rel. Udah anggep aja hadiah mantan temen” kukembalikan cek yang ia berikan. Aku memang tak membutuhkannya. Sudah dari awal aku berniat menjadikannya hadiah.
“udah, terima aja. Itu kan udah kewajiban” ia menyerahkan padaku lagi. Oke aku menyerah. Kali in aku menerimanya.
“iyadeh iya. Oiya lo mau ngomong apa? buruan deh gue ada urusan di butik nih” gue mempercepat pembicaraan, seraya kuseduh kopi yang tadi kupesan.
“hmm lo bisa bikinin gue ... dress gak?” ia melanjutkan, “gaun yang biasa dibuat acara-acara sakral gitu” katanya sedikit salting.
“pernikahan maksud lo?” tanyaku
“bisa jadi. Eh tapi kalo gak bisa gapapa sih hehe” katanya terbata-bata. Terdengar lucu.
“hmm gimana yaa” kataku berusaha membuatnya cemas.
Dia menyeduh kopinya, oh my god dia tersedak, “gabisa ya? Yaudah deh gue tahu pasti lo sibuk banget kan ya hehe” katanya terdengar surau. Aku tak tega mendengarnya. Baru kali ini aku membuat pelangganku matanya berkaca-kaca.
“hehe santai aja kali rel. Bisa kok bisa. Ukurannya? Deadline kapan? Oh pasti kamu mau nikah ya? Jangan lupa aku diundang ya” aku tak menyangka, kini giliran mataku yang berkaca-kaca. Kurasa ada nyeri dihati saat aku mengucapkan kata-kata tersebut. Aku khawatir farel menyadari keadaanku saat ini. aku mencoba tersenyum. Ayolah dian, smileee!
“gini nih sebenernya gaun itu buat cewek gue. Tapi pengennya gue buat ini sebagai kejutan...”
“terus?”aku memangkas keterangannya.
“yah gitu, jadi gue gak bisa bawa orangnya buat ngukur ukuran bajunya” jelasnya.
“oh” balasku datar, aku melanjutkan, “sulit dong, entar kalo kebesaran gimana? Kalo gak muat?”
“nah itu masalahnya”
“lo harus cari usaha lain” aku memberikan ide.
“maksud lo?”
“ya bantu gue lah, gak mungkin kan gue ngarang ukuran sendiri. Lo pikir gue paranormal apa!”
“caranya?”
“banyak” aku tertawa, farel tetap memperlihatkan muka bingungnya.
Ku sambung lagi, “udah masalah itu gampang. Lo punya foto cewek lo kan? lo pernah beliin baju buat dia kan? cewek lo pernah pake baju kan? udah serahin aja ke dian pasti beres”
Farel mengacak-acak rambutku, “iyadeh gue percaya”
“apaan sih” sergah ku seraya mengibaskan rambutku. Aku jadi penasaran, cewek macam mana sih yang sampai ngebuat temenku ini ngebet banget bikin kejutan. Pasti cantik. Iya, pasti. Dan pasti beda banget sama aku. Pasti.
“plis bantuin gue ya, yan. Cuma lo yang bisa bantu gue” katanya memelas.
“iya” aku mengangguk. Rasa nyeri di hati itu muncul lagi. Bahkan semakin nyeri. Farel terlihat amat mencintai pacarnya yang bagiku imajiner itu. Farel terlihat sungguh-sungguh. Ya sukurlah. Aku? Semoga gapapa.

****

Hari demi hari kuhabiskan waktuku di butik. Bukan, bukan untuk mengecek kinerja pegawai-pegawaiku atau caper ke mereka supaya aku terlihat sangar. Bukan, bukan itu. Aku ke butik tentu bukan hanya main-main semata melainkan untuk melakukan sesuatu. Sesuatu yang bagiku cukup sesuatu. Sesuatu tentang... farel. Ya farel dan gaun itu.
Aku sangat bersungguh-sungguh menciptakan gaun ini. aku tak ingin mengecewakannya. Aku ingin kekasihnya terlihat cantik dengan busana yang tercipta dari tanganku sendiri. Aku ingin menjadi orang yang paling bahagia saat melihatnya. Saat mengunjungi pesta pernikahan mereka.
Warna gold sengaja menjadi pilihan. Dengan pertimbangan agar serasi dengan jas yang kubuat tempo hari. Tanpa mengurangi kesan romantis dan sakral diantara keduanya. Sekali lagi, aku tak ingin mengecewakannya. aku rela melakukan apa saja. asalkan king dan queen ini tampak sempurna di hadapan khalayak.
Akhir-akhir ini farel sering berkunjung ke butikku. Menemuiku? Tentu saja. sepanjang pertemuan kita hanya membicarakan tentang gaun. Tentang kekasihnya. Tentang pesta yang akan digelarnya. Tentang segala yang berhubungan dengan hal tersebut. Aku jenuh. Namun, kau tak terlalu peka untuk menyadari rasaku itu. Hambar. Percuma.

****

“voilaa” aku tersenyum lega. Bebanku beberapa hari ini berakhir. Happy ending, yeahh. Gaun impian telah tercipta. Gaun gold mengkilap dengan hiasan imitasi bunga-bunga musim semi ini terlihat mewah dan hangat. Sangat cocok jika disandingkan dengan jas milik farel. Aku berharap ini menjadi pernikahan tercantik yang pernah ada di muka bumi. Aku berharap.
Aku mendengar kegaduhan di balik jendela butikku. Sepasang manusia dewasa turun dari mobil dengan keadaan mata si cewek ditutup kain dan cowok memegangi lengannya sambil membantu berjalan. Hal ini cukup menyita perhatianku. Aku ternganga dibuatnya. Benar dugaanku, dia farel. Farel, iya farel. Dia lebih romantis dari yang kukira. Seandainya... .
Tak berapa lama orang yang kulihat di balik jendela tadi muncul di hadapanku. Aku terkejut. Sontak aku berteriak.
“aaa” teriakku. Seketika itu Farel mengkodeku untuk diam. oke, aku diam.
“rel? Ada apa?” tanya cewek yang kini tak berdaya karena kedua matanya tertutup kain.
“ada kucing sayang” jawab farel ala kadarnya.
Kurang ajar, dia menyamakanku dengan kucing. Aku hanya diam. aku tak kuasa bertindak sekenaku. Kendati ini butikku, tetapi aku masih punya kesopanan. Aku tak ingin mempermalukan diriku di hadapan kekasihnya. Orang yang baru kulihat di dunia nyata.
“sebenernya kita dimana sih?” tanya pacarnya penuh curiga.
“nanti kamu pasti tahu kok”
Setelah semua dirasa siap, farel bergegas melepas kain penutup mata kekasihnya. Aku? Aku berada di depan mereka. Tepat disebelah gaun mahakarya tanganku sendiri.
“siap-siap ya sayang” ucap farel seraya membuka kain tersebut.
Dan... perasaanku kian kacau. Ada perasaan tak siap untuk melihat wajah wanita beruntung yang menjadi pilihan farel. Farel, cowok yang akhir-akhir ini membuat akalku tak waras. Gila, aku sungguh tergila-gila padanya.
Maka sebelum kain itu sempurna dibuka. Aku memutuskan untuk pergi. Entah kemana tujuanku nanti. Aku tak peduli. Aku tak ingin menatap matanya. Melihat senyumnya. Apalagi jika mereka melakukan hal mesra. Tentu aku tak siap. Lebih baik aku tak menyaksikan bagaimana respon mereka terhadap karyaku. Itu jauh lebih baik. Biarkan aku mengenalnya dari foto yang kau berikan. Itu saja cukup. Toh, aku sudah bisa menebak dia itu cantik, sosialita, dan pasti sesuai dengan kriteriamu. Iya kan?
Tak ada ucapan mencegah saat aku pergi dari tempat itu. dari butikku sendiri. farel? Bisa apa. dia dibutakan oleh kekasihnya. Oleh gaun itu. yasudah. Semoga kalian suka. Tahu kan? aku membuatnya dengan cinta.
Aku bergegas menuju tempat dimana mobilku diparkirkan. Dalam perjalanan, sempat kulihat ekspresi bahagia dari farel dan kekasihnya dari balik jendela. Terutama wanita itu, wajahnya tampak berbinar seakan menjadi wanita paling beruntung di dunia. ah, sukurlah. Membuatkan gaun untukmu saja, aku merasa beruntung.
Halaman parkir mobil cukup luas. Dan mobilku? Ternyata bersebelahan dengan mobil farel. Ah, lucunya. Apakah ini namanya kebetulan? Tapi, bukankah di dunia ini tidak ada yang kebetulan? Sudahlah. Tiba-tiba air mataku turun menyusur pipi. Anggap saja ini air mata bahagia. Bahagia menyaksikan kalian bahagia.


*back song(sekaligus alasan mengapa tulisan ini tercipta)
TERPUKAU – ASTRID

Aku memang belum beruntung
Untuk menjatuhkan hatimu
Aku masih belum beruntung
Namun tinggi harapanku
Tuk hidup berdua denganmu

*) Denganmu aku sempurna
Denganmu ku ingin habiskan sisa umurku
Tuhan jadikanlah dia jodohku
Hanya dia yang membuat
Aku terpukau~

Aku sungguh sangat bermimpi
Untuk mendampingi hatimu
Aku masih terus bermimpi
Sangat besar harapanku

Tuk hidup berdua denganmu :((((