Kamis, 11 Juli 2013

yang terlewatkan bag#1

Ini adalah kali ketiga kelas IX G mengadakan reuni. Reuni akbar yang lazim dilaksanakan setiap tahun. Ini merupakan tahun yang istimewa karena kami akan segera menamatkan SMA/SMK dan siap melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Peristiwa yang telah juga kami lalui di kelas IX G kala itu.

24 Desember 2013,

Itulah tanggal dimana reuni ini terlaksana. Entah kenapa, reuni kali ini terasa sangat berbeda. Ada rasa yang aku sendiri pun tak mampu menjabarkannya. Aku merasa lain, aku terasa asing berada di atmosfer kelas SMP ku terakhir ini. Sekali lagi, aku merasa beda. Sangat.

Aku tak menahu darimana pikiran ini muncul. Tapi seketika pikiran ini menjalar dan menjadikan hambar di setiap keping latar. Dimana rasa yang dulu. Rasa yang membuat aku nyaman saat IX G bersama-sama. Rasa yang membuatku ingin selalu tertawa riang. Rasa yang membuat jantung ini berdebar saat IX G di dekat ...

Oh my god, aku mengingat satu hal. Aku mengingat kita. Maksudku aku dan bagas. Dimana, dimana mulut ini yang mendadak kaku saat bercerita tentangnya. Dimana, dimana mata ini yang selalu tersipu malu saat menatapnya. Dimana? Dimana? Kurasa tak ku ketemukan lagi, ahh entahlah.

Reuni kali ini menghadirkan suasana pantai yang tenang dan selalu riang. Tentu alasan utama darinya adalah supaya masing-masing dari kami lebih tenang serta selalu riang dalam meghadapi Ujian Nasional yang tinggal menghitung bulan. Tetapi riak gelombang pantai hanya menambah panjang sebab gelisahku di reuni kali ini. Ini bahkan tidak terlihat seperti reuni, melainkan uji nyali.

“shilla” panggil seseorang di seberang. Tak terlihat jelas orang tersebut. Untuk memastikan, aku mendekat.
Aku terpaku. Diam mematung.

Orang itu ... arrrggghhh

“kenapa?” jawabku tetap mencoba sedingin mungkin.

“ada sesuatu yang mau aku omongin” ungkapnya hati-hati.

“yaudah, ngomong aja” aku masih saja berlaga cuek.

Dia menarik tanganku dan membawa kami ke suatu tempat. Aneh, sama sekali jantungku tak berontak. 

Tanganku pun pasrah saja. Tubuh yang biasanya bergetar saat bersamanya pun kini nampaknya sudah bosan ...

Tempat ini jauh dari teman-teman IX G yang lain. Lumayan terpencil dan ... , apa yang akan dilakukannya? ?? tidak, tidak, tidak. Buanglah pransangka ini Tuhan ...

“maaf” ucap bagas, terdengar sekali ucapan itu dari hatinya. Aku bisa merasakan itu.

“untuk?” kutatap matanya nanar. Aku ingin sekali memeluknya, sebagai sahabat.

“intinya aku minta maaf” kali ini hampir membuatku menitikkan air mata. Tetapi sanggup untukkku tahan karena aku sudah bosan menangisi bagas untuk kesekian kalinya.

“hanya itu?”

Tak ada jawaban dari bagas.

“aku ke temen-temen dulu ya” lanjutku ingin segera beranjak meninggalkannya.

“tunggu” cegahnya seraya menarik tanganku.

Romantis. Ya, jika ini terjadi 3 tahun silam. Sekarang? Terasa datar, hambar.

“apa lagi sih gas” kataku agak kehilangan kesabaran.

“kamu marah?” pertanyaan bagas terdengar sangat lemah.

“marah? Kenapa aku harus marah? Eh maaf, aku kebelet pipis. Duluan ya” ucapku untuk segera mengakhiri obrolan tak berujung ini.

Aku beranjak. tampak berpendar penyesalan di sudut-sudut muka bagas. ada suatu beban yang belum mampu terucap tadi. Entahlah, bagas tetaplah bagas. Bagas tetaplah menjadi orang yang selalu membuatku kecewa. Bagas ... sudahlah.

Aku kembali ke teman-teman IX G yang lain. Tak seberapa lama bags menyusul. Aku takut ia tahu kedokku untuk menghindarinya tadi terbongkar. Tetapi untunglah bagas tak setega itu. Setidaknya ia masih bersedia menjaga image ku dihadapan teman-teman.

“gas, katanya kamu mau ngomong sesuatu di hadapan temen-temen, ayo buruaannn” kata nia, salah seorang teman yang memang cukup dekat dengan bagas.

“a.. a..” kata bagas terbata-bata. Seperti menyembunyikan sesuatu.

“Udah ngomong ajaa” desak Rizky, orang paling bijak di kelas ini.

Bagas menghela nafas panjang, ia segera mulai kata-katanya “ini untuk seseorang yang hadir disini” ucapannya membuat hampir seluruh penghuni kelas menjadi kepo.

“dia adalah orang paling tulus yang pernah hadir di hidup aku” lanjutnya “ aku tau dia menyimpan perasaan padaku sejak 3 tahun yang lalu”

Deg, jantungku bagai dihantam batu tajam. Bagai dikomando pun teman-teman yang lain serempak menghadap ke arah ku. Oke, memang kuakui yang dikatakan bagas benar adanya. Tapi bagaimana dia tahu perasaanku. Aku tak sehebat itu bisa mengatakan perasaanku kepada sembarang orang. Terutama bagi orang itu sendiri. Itu sama sekali bukan tipeku. Aku sangat pandai menyimpan perasaan, dan tentu hal itu masih berlaku hingga sekarang.

“memang dia tidak pernah mengatakannya, tak ada yang memberitahuku pula tentang hal ini” bagas menghela nafas, aku semakin merasa dipojokkan “tapi aku tahu, aku sangat tahu itu. Kami sangat dekat dan tidak sulit membaca setiap gerak-geriknya”

Astaga, rencana bagas macam apa ini. Bantu aku keluar dari zona memalukan ini Tuhan ...

“aku sadar aku sering menyakitinya, membuatnya kecewa ...” bagas tersenyum kecil, kali ini dia memandangku sejenak lalu kembali berpaling “mungkin rasa cemburunya saat melihatku bersama cewek lain mampu ia tutupi. Tapi ... tapi tidak dengan matanya. Cintanya yang tulus membuatnya tak mampu menghindar. Ia tak mampu menyembunyikan rasa kecewanya itu”

Aku semakin tertarik mendengar opini tentangku darinya. Aku ingin tahu perasaannya yang sesungguhnya sekarang.

“tapi, waktu 3 tahun ini membuat ku belajar. Waktu yang membatku sadar akan sesuatu yang dulu tak pernah ku sangka-sangka. Waktu yang ... menuntunku ke hati yang benar”
Hati? Apa maksudnya ...

“6 bulan sudah aku menjomblo, tentu bukan karena aku tak laku. Tapi aku sedang menunggu, menunggu orang yang benar-benar tulus mencintaiku. Dan kini aku sudah tahu, terimakasih kalian membuat kami bisa bertemu” bagas tersenyum semanis-manisnya. Senyum itu yang membuatku terpesona hingga sekarang. Akhirnya aku masih bisa melihat senyum termanis itu Tuhan. Terimakasih :)

Kata-kata terakhir bagas disambut tepuk tangan haru teman yang lain. Mereka tentu menerka-nerka apa yang akan bagas lakukan setelah ini. Mereka pasti yakin orang yang dimaksudnya adalah aku. Aku pun demikian. Semoga kali ini ia tak membuatku kecewa. Pantai ini saksinya. Saksi atas segala peristiwa yang terjdi baru saja.


--------------------
yang terlewatkan #2...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar