Terpukau~
“dian?” seorang
berperawakan tinggi, gagah memanggilku dari belakang. Sepertinya aku kenal.
Aku menoleh, ternyata
benar dia adalah seorang eksmud yang kini sedang menjabat direktur di
perusahaan milik ayahnya. Dia tak lain adalah Farel. Teman SMA ku dulu.
“eh iya, hm farel ya?”
kataku sedikit terbata.
Lelaki itu tertawa, “dian
dian, ingatan lo boleh juga ya?”
“jadi bener kan? hei
apa kabar?” aku mengulurkan tangan, berniat mengajak bersalaman.
Farel kembali tertawa,
“apaan sih lo? Formal banget ih, jijik tauk!” katanya seraya mengacak rambutku.
Aku manyun dan
menggeleng kecil.
“oh iya, sejak kapan lo
jadi designer? Bukannya dulu lo tomboy banget ya? Gak nyangka” farel menggeleng
takjub diikuti kekehan.
“hebat kan? hahaha”
giliran aku yang tertawa.
“hmm gue gak yakin”
“Maksud lo?”
“lo beneran bisa bikin
baju apa nggak”
“maksud lo?” emosiku
memuncak.
“ya perlu bukti”
“terus?”
“bisa bikin jas?”
“jassica iskandar?” aku
melawak.
“tuh kan, gak
meyakinkan banget tauk”
Aku tahu dia bercanda.
Tapi bagiku ini tidak lucu. Sama sekali.
“terus lo maunya gue
gimana?”
“bikinin gue jas, hari
minggu besok harus jadi. Gimana?”
Belum sempat aku
menjawab, dia menyerobot, “masalah harga gampang, asal jas itu jadi lo tinggal
nyebutin berapa nominal yang lo mau, gue kasih. Keberatan?”
“oke, asal lo tau, gue
gak butuh nominal lo itu. Gue Cuma mau lo berhenti ngremehin gue. Ngremehin
pekerjaan gue”
“eitts santai dian ku
sayang, aku bercanda. Hahaha lo masih emosian ya. Lucu deh” farel mencubit
pipiku.
“gak lucu tauk !”
“hmm deal?” farel
mengulurkan tangan.
Aku membalasnya,
“deal!”
****
Aku memenuhi janjiku,
masih ada 3 hari untuk membuat jas demi sang teman SMA yang antah tiba-tiba
datang. Walaupun pesanan gaun sangat banyak minggu ini, aku tetap menyempatkan
waktu memintal kain yang hendak kujadikan jas. Entah, tak biasanya aku semangat
berlebih seperti ini. ada dorongan lain yang memaksaku melakukannya. Yang
membuatku tak kuasa menolak amanat ini. apa rasa itu dinamakan, Aku tak paham.
Yang jelas aku sangat nyaman dengan perasaan ini.
Farel memenuhi
janjinya. Hari minggu ini dia datang ke butik lagi. Aku senang bukan kepalang.
Akhirnya bisa ku buktikan bahwa aku designer beneran, profesional, bukan
abal-abal.
“selamat datang di dian
boutique” kataku dengan aksen perancis. Sengaja menggodanya.
“apaan lu? Resepsionis
disini ya mbak?” ejeknya. Farel tertawa.
Aku ikut tertawa. Dia
sungguh tak berubah. Tetap saja seperti farel yang dulu. Farel yang jenaka dan
selalu membuatku tertawa.
“cari apa mas? Disini
gak lagi nyari lowongan kerja nih. Duhh maaf ya” ejekku.
“gak nyari lowongan
kerja kok mbak, mau nyari yang punya butik ini. yang orangnya nyebelin itu”
balasnya.
“oh dia lagi di paris
mas, maklum orang sibuk” aku menyombongkan diri.
“pesek pesek!” dia
menyubit hidungku yang memang sungguhan pesek. Sakit, aku berontak, ku cubit
lengannya. Dia melepaskan cubitannya.
“jas nya mana? Hayoo
jangan alibi ya” katanya sambil melihat sekeliling.
“tuh” jawabku ringan.
Mataku tertuju pada sebuah jas hitam dengan leretan warna emas yang menambah
kesan elegan yang terpakai rapi oleh sebuah patung di dekat kami berdiri.
Pandangannya mengikuti mataku. Dari sorot matanya, aku tahu dia takjub.
“wow, keren banget.
Sumpah kamu hebat, sek” pujinya.
“masih belum yakin?”
kataku sedikit sok.
“belum”
Kurang ajar nih orang.
Apa sih maunya.
“rel gue heran deh. Mau
lo tuh apa!” emosiku kembali memuncak.
“eittss santai, gue
udah yakin kok, tapi aku belum yakin sama ukurannya. Ngepas apa nggak sama aku.
Bagus kok jas nya, bagus banget” ia tersenyum seakan takut hendak kumakan.
“oo kirain”
Aku menyuruh pegawaiku
mengambilkan jas itu. Dan di tempat itu juga jas itu langsung dicoba oleh farel.
Pas, sangat pas. cocok sekali dengan perawakannya yang gagah itu. Terlihat
lebih ... ganteng. Hust, apa-apaan ini.
“gimana? Udah kece
belom?” katanya narsis.
Aku menggeleng sedikit
nyengir.
“iyain aja lah sek”
“haha siapa dulu
designer nyaa” aku membanggakan diri.
Farel tersenyum simpul,
“iya iya, hmm nanti siang ada acara?”
“eng..engg..enggak deh
kayaknya” seraya mengingat-ingat.
“ke cafe sebelah mau?
Gue traktir. Sekalian kita bahas sesuatu” ucapnya.
“apaan?” aku heran.
“mau nggak? Kepo lu!”
tanyanya dengan nada tengilnya.
“okedeh”
“gue tunggu”
Pembicaraan berakhir.
Dia kembali ke kantornya. Tiba-tiba ada perasaan lain ketika aku melepas
kepergiannya. Ada perasaan tak rela. Ada sedikit nyeri di hati kala itu. Aku
tak mampu menafsirkannya. Aku tak mampu. Tuhan, bantu aku menerjemahkannya.
Kumohon..
Farel, tunggu aku di
cafe nanti siang. Pasti aku datang. Pasti!
****
gue di meja no 25
begitu pesan singkatnya
yang dikirim ketika aku bergegas menemuinya. oke, balasku.
Sesampainya disana, aku
langsung melebur ke meja no 25. Secepat itu pula aku bisa menemukan seseorang
yang akhir-akhir ini membuat perasaanku tak karuan. Farel, tentu saja. untuk
hal ini, mungkin aku terlalu berlebihan. Ya mungkin.
“rel?” aku melambaikan
tangan.
Farel mengangguk, tanda
ia membalas pandanganku.
“sorry ya lama” kataku
seraya duduk menduduki kursi didepannya.
“santai aja kali sek”
katanya diikuti kekehan.
Tak lama setelah itu,
pelayan cafe datang. Kita memesan kopi dan beberapa makanan ringan. Aku
berharap ini mejadi awal yang baik bagi kita. Tentu saja, semoga.
“oh iya, katanya lo mau
bahas sesuatu. Apaan?” tanyaku. Ku amati mata sayunya lamat-lamat. Indah
ternyata.
“hm, gue suka banget
sama jas bikinan lo. Sumpah bagus banget sek”
“iyalah, gue gitu” aku
tertawa.
“lo lagi banyak pesanan
baju gak?” ia merendahkan nada bicaranya. Seakan ingin memulai pembicaraan
penting.
Aku mencoba
mengingat-ingat, “hmm kenapa emang?”
“banyak nggak?”
“hmm banyak itu
relatif, yang jelas gak pernah sepi” aku mencoba memecah keheningan. Namun
tetap saja, ia mampu menahan tawa.
“oiya sebelumnya ini
ada cek buat jas yang tadi, silahkan kamu mau tulis berapapun. Tapi ... jangan
mahal mahal ya” kali ini ia yang tertawa.
“hmm gausah segitunya
kali rel. Udah anggep aja hadiah mantan temen” kukembalikan cek yang ia
berikan. Aku memang tak membutuhkannya. Sudah dari awal aku berniat
menjadikannya hadiah.
“udah, terima aja. Itu
kan udah kewajiban” ia menyerahkan padaku lagi. Oke aku menyerah. Kali in aku
menerimanya.
“iyadeh iya. Oiya lo
mau ngomong apa? buruan deh gue ada urusan di butik nih” gue mempercepat
pembicaraan, seraya kuseduh kopi yang tadi kupesan.
“hmm lo bisa bikinin
gue ... dress gak?” ia melanjutkan, “gaun yang biasa dibuat acara-acara sakral
gitu” katanya sedikit salting.
“pernikahan maksud lo?”
tanyaku
“bisa jadi. Eh tapi
kalo gak bisa gapapa sih hehe” katanya terbata-bata. Terdengar lucu.
“hmm gimana yaa” kataku
berusaha membuatnya cemas.
Dia menyeduh kopinya,
oh my god dia tersedak, “gabisa ya? Yaudah deh gue tahu pasti lo sibuk banget
kan ya hehe” katanya terdengar surau. Aku tak tega mendengarnya. Baru kali ini
aku membuat pelangganku matanya berkaca-kaca.
“hehe santai aja kali
rel. Bisa kok bisa. Ukurannya? Deadline kapan? Oh pasti kamu mau nikah ya?
Jangan lupa aku diundang ya” aku tak menyangka, kini giliran mataku yang
berkaca-kaca. Kurasa ada nyeri dihati saat aku mengucapkan kata-kata tersebut.
Aku khawatir farel menyadari keadaanku saat ini. aku mencoba tersenyum. Ayolah
dian, smileee!
“gini nih sebenernya
gaun itu buat cewek gue. Tapi pengennya gue buat ini sebagai kejutan...”
“terus?”aku memangkas
keterangannya.
“yah gitu, jadi gue gak
bisa bawa orangnya buat ngukur ukuran bajunya” jelasnya.
“oh” balasku datar, aku
melanjutkan, “sulit dong, entar kalo kebesaran gimana? Kalo gak muat?”
“nah itu masalahnya”
“lo harus cari usaha
lain” aku memberikan ide.
“maksud lo?”
“ya bantu gue lah, gak
mungkin kan gue ngarang ukuran sendiri. Lo pikir gue paranormal apa!”
“caranya?”
“banyak” aku tertawa,
farel tetap memperlihatkan muka bingungnya.
Ku sambung lagi, “udah
masalah itu gampang. Lo punya foto cewek lo kan? lo pernah beliin baju buat dia
kan? cewek lo pernah pake baju kan? udah serahin aja ke dian pasti beres”
Farel mengacak-acak
rambutku, “iyadeh gue percaya”
“apaan sih” sergah ku
seraya mengibaskan rambutku. Aku jadi penasaran, cewek macam mana sih yang sampai
ngebuat temenku ini ngebet banget bikin kejutan. Pasti cantik. Iya, pasti. Dan
pasti beda banget sama aku. Pasti.
“plis bantuin gue ya,
yan. Cuma lo yang bisa bantu gue” katanya memelas.
“iya” aku mengangguk.
Rasa nyeri di hati itu muncul lagi. Bahkan semakin nyeri. Farel terlihat amat
mencintai pacarnya yang bagiku imajiner itu. Farel terlihat sungguh-sungguh. Ya
sukurlah. Aku? Semoga gapapa.
****
Hari demi hari
kuhabiskan waktuku di butik. Bukan, bukan untuk mengecek kinerja
pegawai-pegawaiku atau caper ke mereka supaya aku terlihat sangar. Bukan, bukan
itu. Aku ke butik tentu bukan hanya main-main semata melainkan untuk melakukan
sesuatu. Sesuatu yang bagiku cukup sesuatu. Sesuatu tentang... farel. Ya farel
dan gaun itu.
Aku sangat
bersungguh-sungguh menciptakan gaun ini. aku tak ingin mengecewakannya. Aku
ingin kekasihnya terlihat cantik dengan busana yang tercipta dari tanganku
sendiri. Aku ingin menjadi orang yang paling bahagia saat melihatnya. Saat
mengunjungi pesta pernikahan mereka.
Warna gold sengaja
menjadi pilihan. Dengan pertimbangan agar serasi dengan jas yang kubuat tempo
hari. Tanpa mengurangi kesan romantis dan sakral diantara keduanya. Sekali
lagi, aku tak ingin mengecewakannya. aku rela melakukan apa saja. asalkan king
dan queen ini tampak sempurna di hadapan khalayak.
Akhir-akhir ini farel
sering berkunjung ke butikku. Menemuiku? Tentu saja. sepanjang pertemuan kita
hanya membicarakan tentang gaun. Tentang kekasihnya. Tentang pesta yang akan
digelarnya. Tentang segala yang berhubungan dengan hal tersebut. Aku jenuh.
Namun, kau tak terlalu peka untuk menyadari rasaku itu. Hambar. Percuma.
****
“voilaa” aku tersenyum
lega. Bebanku beberapa hari ini berakhir. Happy ending, yeahh. Gaun impian
telah tercipta. Gaun gold mengkilap dengan hiasan imitasi bunga-bunga musim
semi ini terlihat mewah dan hangat. Sangat cocok jika disandingkan dengan jas
milik farel. Aku berharap ini menjadi pernikahan tercantik yang pernah ada di
muka bumi. Aku berharap.
Aku mendengar kegaduhan
di balik jendela butikku. Sepasang manusia dewasa turun dari mobil dengan
keadaan mata si cewek ditutup kain dan cowok memegangi lengannya sambil
membantu berjalan. Hal ini cukup menyita perhatianku. Aku ternganga dibuatnya.
Benar dugaanku, dia farel. Farel, iya farel. Dia lebih romantis dari yang kukira.
Seandainya... .
Tak berapa lama orang
yang kulihat di balik jendela tadi muncul di hadapanku. Aku terkejut. Sontak
aku berteriak.
“aaa” teriakku.
Seketika itu Farel mengkodeku untuk diam. oke, aku diam.
“rel? Ada apa?” tanya
cewek yang kini tak berdaya karena kedua matanya tertutup kain.
“ada kucing sayang”
jawab farel ala kadarnya.
Kurang ajar, dia
menyamakanku dengan kucing. Aku hanya diam. aku tak kuasa bertindak sekenaku.
Kendati ini butikku, tetapi aku masih punya kesopanan. Aku tak ingin
mempermalukan diriku di hadapan kekasihnya. Orang yang baru kulihat di dunia
nyata.
“sebenernya kita dimana
sih?” tanya pacarnya penuh curiga.
“nanti kamu pasti tahu
kok”
Setelah semua dirasa
siap, farel bergegas melepas kain penutup mata kekasihnya. Aku? Aku berada di
depan mereka. Tepat disebelah gaun mahakarya tanganku sendiri.
“siap-siap ya sayang”
ucap farel seraya membuka kain tersebut.
Dan... perasaanku kian
kacau. Ada perasaan tak siap untuk melihat wajah wanita beruntung yang menjadi
pilihan farel. Farel, cowok yang akhir-akhir ini membuat akalku tak waras.
Gila, aku sungguh tergila-gila padanya.
Maka sebelum kain itu
sempurna dibuka. Aku memutuskan untuk pergi. Entah kemana tujuanku nanti. Aku
tak peduli. Aku tak ingin menatap matanya. Melihat senyumnya. Apalagi jika
mereka melakukan hal mesra. Tentu aku tak siap. Lebih baik aku tak menyaksikan bagaimana
respon mereka terhadap karyaku. Itu jauh lebih baik. Biarkan aku mengenalnya
dari foto yang kau berikan. Itu saja cukup. Toh, aku sudah bisa menebak dia itu
cantik, sosialita, dan pasti sesuai dengan kriteriamu. Iya kan?
Tak ada ucapan mencegah
saat aku pergi dari tempat itu. dari butikku sendiri. farel? Bisa apa. dia
dibutakan oleh kekasihnya. Oleh gaun itu. yasudah. Semoga kalian suka. Tahu
kan? aku membuatnya dengan cinta.
Aku bergegas menuju
tempat dimana mobilku diparkirkan. Dalam perjalanan, sempat kulihat ekspresi
bahagia dari farel dan kekasihnya dari balik jendela. Terutama wanita itu,
wajahnya tampak berbinar seakan menjadi wanita paling beruntung di dunia. ah,
sukurlah. Membuatkan gaun untukmu saja, aku merasa beruntung.
Halaman parkir mobil
cukup luas. Dan mobilku? Ternyata bersebelahan dengan mobil farel. Ah, lucunya.
Apakah ini namanya kebetulan? Tapi, bukankah di dunia ini tidak ada yang
kebetulan? Sudahlah. Tiba-tiba air mataku turun menyusur pipi. Anggap saja ini
air mata bahagia. Bahagia menyaksikan kalian bahagia.
*back song(sekaligus
alasan mengapa tulisan ini tercipta)
TERPUKAU – ASTRID
Aku memang belum
beruntung
Untuk menjatuhkan
hatimu
Aku masih belum
beruntung
Namun tinggi harapanku
Tuk hidup berdua
denganmu
*)
Denganmu aku sempurna
Denganmu ku ingin
habiskan sisa umurku
Tuhan jadikanlah dia
jodohku
Hanya dia yang membuat
Aku terpukau~
Aku sungguh sangat
bermimpi
Untuk mendampingi
hatimu
Aku masih terus
bermimpi
Sangat besar harapanku
Tuk hidup berdua
denganmu :((((